Artikel Terbaru

Info Unik

Kompetisi Persahabatan

Kompetisi Persahabatan
(karya : Muhammad Irfan)



Aku dan Farid menghampiri Daffa dibawah pohon mangga yang rindang. Nampak senyuman tersirat diraut wajahnya. Aku lalu menepuk bahunya dan bertanya

”Mengapa kamu terlihat begitu bahagia sekali hari ini?”.
“…Oh, tidak ada apa-apa.” Jawab Daffa sambil tersendak.

Tak lama kemudian, datanglah seorang pemuda yang menghampiri kami dan terlihat tumpukan kertas tergenggam di kedua tangannya.

“Ada apa pak?” Tanya Farid.
“Kedatangan saya kesini, untuk membagikan formulir Perlombaan Adzan tingkat remaja yang akan di selenggarakan di Masjid Nurul Hidayah besok pukul 16.00 WIB.” Jawab pemuda sembari membagikan kertas formulir Perlombaan Adzan tersebut kepada kami.

Akupun membaca ketentuan dan persyaratan, lalu Nampak terlintas di mataku hadiah pemenang perlombaan yang cukup menarik perhatianku. Aku langsung mengisi formulir itu dan mendaftarkan diri ke pemuda tersebut. Begitu juga dengan Farid dan Daffa. Setelah pemuda itu menerima formulir yang kami isi, pemuda itupun bergegas pergi meninggalkan kami.

“Rid, Fa! Bagaimana kalau sekarang kita latihan saja untuk lomba besok?” Tanyaku sembari menepuk bahu mereka berdua.
“Aduh! Fan, kayaknya saya latihan dirumah saja dah.” Jawab Daffa sembari menggarukan tangannya di kepala.
“Kenapa Fa?” Tanya Farid.
Daffa tidak menjawab. Dia tampak gelisah dan bergegas lari pulang kerumahnya.
“Kenapa perilaku Daffa jadi aneh begini ya Fan?” Tanya Farid yang mulai berprasangka buruk terhadap Daffa.
“Aku juga tidak tahu. Ya sudah kita latihan dirumah masing-masing saja.” Jawabku sembari melangkahkan kaki menuju rumah.

Setibanya di rumah Aku bergegas masuk ke dalam kamar dan memulai latihan.

“Irfan…Oh Irfan” Terdengar seruan Abiku memanggil namaku begitu lantangnya. Akupun bergegas menghampiri Abiku.
“Ya, ada apa Abi?” Jawabku sembari menghelakan nafas yang terengah-engah.
“Suara berisik apa yang ada di kamarmu?” Tanya Abiku dengan menolak tangannya diatas pinggang.
“Itu, suara Irfan yang sedang latihan Adzan” Jawabku sembari menundukkan kepala ke bawah.
“Tumben kamu latihan Adzan?” Memangnya kamu mau jadi Mu’adzin di masjid nanti?” Tanya Umiku.
“Bukannya begitu, Irfan soalnya ingin ikut lomba Adzan tingkat remaja yang diadakan di Masjid Nurul Hidayah besok sore pukul 16.00 WIB” Jawabku.
“Alah! Kamu yang pemalu itu mau ikutan lomba Adzan. Palingan juga kamu hanya mempermalukan dirimu saja disana.” Bilang Abiku yang tidak percaya akan kemampuanku.
“Abi jangan bicara seperti itu ke Irfan, seharusnya Abi memberi motivasi supaya Irfan percaya diri dalam lombanya.” Bilang umiku yang membelaku. 

Nampak sunyi ruang tamu ketika umiku berkata seperti itu. Akupun berkata dalam hati, aku akan menunjukkan kepada Abiku bahwa aku bisa menjadi juara dalam Perlombaan Adzan besok dan akan membanggakan mereka.

Subuh hari Aku dibangunkan Umiku untuk melaksanakan salat Subuh. Akupun beranjak dari tempat tidurku dan segera mengambil air wudhu.

“Irfan…” Bilang Abiku kepadaku.
“Ya ada apa Abi?” Tanyaku.
“Cepat kamu latunkan Adzan Subuh!” Suruh Abiku.

Tanpa pikir panjang Akupun langsung melantunkan Adzan Subuh. Kamipun malaksanakan salat Subuh berjamaah. Aku genggam tangan Abiku dan kucium. Begitu juga kulakukan terhadap Umiku setelah salat Subuh usai.

“Abi, Umi! Irfan minta do’anya supaya menang dalam Perlombaan Adzan nanti sore.” Pintaku dengan hati penuh harap.
“Fan, Umi sama Abi selalu mendo’akan kamu dalam keadaan ataupun kondisi apapun. Menang kalah itu hal biasa, di setiap perlombaan pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Tapi, yang terpenting adalah pengalaman yang kamu dapat dari perlombaan tersebut.” Balas Umiku.

Kemudian Aku mulai mematangkan latihanku kembali. Tak lama kemudian, Aku menoleh kearah jam dinding yang anak panahnya menunjukkan pukul 15.50 WIB. Tenang dan santai berubah menjadi kalang kabut dan tidak karuan. Akupun segera mengenakan pakaian muslim dan langsung menuju Masjid Nurul Hidayah.

Di setengah perjalanan menuju Masjid. Berhentilah langkah kakiku saat mendengar suara gemeruntuh langkah kaki yang membuat bumi bergetar bahkan batu kerikilpun sampai bergeser ke sudut jalan. Akupun menoleh kebelakang. Nampak terlihat dari kejauhan dua orang pemuda yang berlari menghampiri yang tidak lain Daffa dan Farid.

“Oh yea! Fa , kenapa kamu kemarin bertingkah aneh?” Sautku.
Daffa jadi salah tingkah. Dengan malu dia mengulurkan tangan minta maaf.
“Maaf Fan. Saya hanya ingin latihan sendirian saja tanpa ada satu orangpun yang mengganggu.” Jawab Daffa.

Setibanya di Masjid Nurul Hidayah terlihat puluhan rekan sebayaku yang juga ingin ikut serta dalam lomba.
“Hey kalian bertiga!” Panggil pemuda kemarin ke kami dari kejauhan. Kamipun menghampirinya.
“Ada apa mas?” Tanyaku
“Silahkan ambil nomor peserta kalian masing-masing disini.” Jawab pemuda itu.

Kamipun mengambil nomor peserta tersebut. Daffa mendapatkan nomor urut Peserta Pertama. Aku mendapatkan nomor urut peserta ke dua. Dan Farid mendapatkan nomor urut peserta ke tiga.

Tak lama kemudian, perlombaannyapun dimulai. Dipanggiah oleh dewan juri peserta nomor urut satu, tak lain adalah Daffa. Diapun maju dan memulai melantunkan Adzan. Nampak terlihat diraut wajahnya yang begitu deg-degan dan tubuhnya yang bergetar. Terdengarlah ditelingaku panggilan untuk peserta nomor urut dua yang tak lain adalah Aku. Pesimispun datang menyelimutiku. Aku sempat tidak yakin untuk tampil, tetapi terlihat sosok kedua orang tuaku datang yang tak lain tujuan meraka adalah untuk mensupport dan melihatku tampil maksimal.

Akupun tampil di depan dan memulai melatunkan Adzan. Sunyi  dan tidak ada kebisingan yang terdengar di telingaku ketika aku melatunkan Adzan hingga selesai. Tatapan yang tidak begitu meyakinkan terlihat dimana-mana, hanya ada satu tatapan yang membangkitkan harapanku untuk jadi juara yaitu tatapan kedua orang tuaku.

Akupun kembali duduk manis bersama Daffa sembari menyaksikan peserta seluruhnya tampil. Lima menit diberikan kepada juri untuk menentukan pemenangnya. Berdetak jantungku tidak karuan menanti keputusan yang akan disampaikan juri. Tiba-tiba salah seorang juri beranjak dari tempat dia duduk ke depan microphone sembari mengangkat selembar kertas yang tertuliskan satu nama pemenang lomba Adzan.
“Selamat untuk pemenang lomba Adzan tingkat remaja di raih oleh peserta nomor urut dua atas nama ananda Muhammad Irfan.” Bilang juri.

Akupun maju dan menerima hadiah sekaligus cindera mata. Tepuk tangan dan sorak selamat terdengar dimana-mana. Rasa senang, bangga dan bahagia menyelimuti diriku. Akhirnya aku dapat mewujudkan impianku sekaligus membanggakan orang tuaku.
Kompetisi Persahabatan Reviewed by Unknown on 18:56 Rating: 5

No comments:

All Rights Reserved by Sainsz © 2014 - 2017
Powered By Blogger, Designed by Sweetheme

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.